Sabtu, 19 Mei 2012

Aspek Hukum Ekonomi di Era Informasi

Peranan aspek hukum ekonomi amatlah penting terutama di era informasi ini. Dimana teknologi dan informasi sangat dibutuhkan sekali agar memudahkan kita dalam berkomunikasi. Namun Untuk melaksanakannya  diperlukan batasan dalam bentuk hukum yang berfungsi untuk memberi batasan tertentu bagi para pihak yang terlibat agar tidak ada pihak yang dirugikan . Untuk itulah dibentuk Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dan berikut penjelasan tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik.


Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pengertian dalam undang-undang

  1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
  3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
  4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
  6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
  7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
  8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
  9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
  10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
  11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
  12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
  14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
  15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
  16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
  17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
  18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
  19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
  20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
  21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
  22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.


Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. 
 
Pelanggaran  Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik:
     Sebagai contoh dari pelanggaran teknologi informasi dan transaksi elektronik yakni: kasus prita mulyasari yang mencemarkan nama baik sebuah rumah sakit di daerah tanggerang melalui akun pribadinya. Hal ini membuat ibu dua anak ini terancam mendapat hukuman denda sebesar 204 juta rupiah. Berikut ini adalah cerita singkat mengenai kasus prita mulyasari:
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD dan dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam Berdarah atau tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan  tuduhan pencemaran nama baik.
Pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian materiil sebesar Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp 100 juta untuk kerugian imateriil. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tanggerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari (32) tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.
Jadi pesan saya manfaatkanlah teknologi dengan sebaik-baiknya. Jaga perkataan kita dalam menggunakan teknologi dan informasi jangan sampai ada yang tersinggung pada kata-kata yang kita ucapkan di akun jejaring sosial pribadi kita.

sumber:
http://id.wikipedia.org
news.detik.com
thejakartapost

 

Kamis, 10 Mei 2012

ANGKOT

Disini saya akan bercerita tentang yang namanya angkot dimana alat transportasi umum ini dipakai oleh kalangan orang yang tidak mempunyai kendaraan pribadi. Angkot lebih banyak dipilih orang dikarenakan biaya transportasi ini lebih murah daripada transportasi umum yang lain. Namun akhir-akhir ini angkot memiliki banyak masalah dari terdapatnya angkot berkaca gelap yang menimbulkan kasus kejahatan didalam angkot, lalu perilaku supir yang ugal-ugalan dan suka berhenti disembarang tempat. Hal ini menyebabkan penumpang trauma/merasa takut bila menaiki angkot dan oleh karena itu peminat angkot kini sedikit berkurang akibatnya pendapatan sopir angkot berkurang padahal mereka harus menanggung biaya hidup keluarganya.

Kini masyarakat lebih memilih kendararaan pribadi atau alat tansportasi umum lain seperti sepeda motor,mobil pribadi, bus umum, bajaj, transjakarta atau yang lebih sering disebut dengan nama busway dan masih banyak alat transportasi lainnya dibandingkan angkot. Bagaimanapun juga yang terpenting keselamatan adalah nomor satu walaupun biaya angkot lebih ekonomis dan terjangkau tetapi keamanannya tidak terjamin. Ingat masih ada keluarga kita yang menunggu dirumah. Itulah cerita singkat dari saya mengenai angkot, sekian dan terimakasih.

Mengkritisi Blog yang ada di Gunadarma

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/05/bank-syariah-dan-bank-konvensional/

Dari artikel diatas menurut saya cukup bagus untuk menambah pengetahuan pembaca tentang bank syariah dan bank konvensional. Diantaranya nilai-nilai islami yang diterapkan oleh bank syariah dari tata cara berpakaian,etika dan tingkah laku karyawannya yang dalam hal ini kurang diperhatikan oleh bank konvensional atau bank umum. Di Indonesia terdapatcontoh bank syariah seperti: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.

Dilhat dari segi sistemnya bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil dan tidak ada unsur riba hal ini berbeda dengan bank konvensional yang memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.

Dari perbedaan antara kedua bank tersebut terdapat juga beberapa persamaan yakni:  ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan hampir tidak ada bedanya.

Mungkin itu saja yang saya dapat simpulkan dari artikel bank syariah dan bank konvensional dimana banyak perbedaan dan persamaan dari segi sistem, lingkungan kerja, struktur organisasi dan sisi teknis penerimaan uang. Dan sekali lagi saya katakan bahwa artikel diatas cukup bagus dan sangat bermanfaat.

Sabtu, 05 Mei 2012

Hukuman (denda/penjara) tentang Pelanggaran UU mengenai Ekonomi


BAB II
TENTANG HUKUMAN PIDANA DAN TINDAKAN TATA TERTIB
                                                              
Pasal 5
Jika dengan undang-undang tidak ditentukan lain, maka tidak boleh diadakan lain ketentuan  dalam arti hukum pidana atau tindakan tata tertib daripada hukuman pidana atau tindakan tata  tertib yang dapat diadakan sesuai dengan undang-undang darurat ini. 
 
Pasal 6
 (1)    Barangsiapa melakukan suatu tindak pidana ekonomi: 
a.      dalam hal kejahatan sekadar yang mengenai tindak pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1 sub 1 e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam  tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman pidana itu; 
b.     dalam hal kejahatan sekadar yang mengenai tindak pidana ekonomi termasuk  dalam pasal 1 sub 2e dan berdasar sub 3e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu  rupiah atau dengan salah satu dari hukuman pidana itu; 
 c.     dalam hal pelanggaran sekadar yang mengenai tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 1e dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman pidana itu; 
 d.     dalam hal pelanggaran yang berdasarkan pasal 1 sub 3e dihukum dengan hukuman  kurungan selama-lamanya enam bulan dan hukuman den  a setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman pidana itu. 
(2)    Jika harga barang, dengan mana atau mengenai mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang diperoleh baik seluruhnya, maupun sebagian karena tindak pidana ekonomi itu, lebih tinggi daripada seperempat bagian hukuman denda tertinggi yang disebut dalam ayat 1 sub a sampai dengan d, hukuman denda itu dapat ditentukan setinggi-tingginya empat kali harga barang itu. 
(3)    Lain daripada itu dapat dijatuhkan juga hukuman-hukuman tersebut dalam pasal 7 ayat 1 atau tindakan tata tertib tersebut dalam pasal 8, dengan tidak mengurangi dalam hal-hal yang memungkinkannya dijatuhkannya tindakan tata tertib yang ditentukan dalam peraturan lain. 
Pasal 7
(1)    Hukuman tambahan adalah: 
 a.     pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam  tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun; 
 b.     penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan siterhukum, di mana tindak pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satu tahun; 
 c.     perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnya dengan tindak pidana ekonomi itu, begitu pula harga lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan siterhukum atau bukan; 
d.     perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan siterhukum, di mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang atau harga lawan itu kepunyaan siterhukum atau bukan,  akan tetapi hanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c di atas; 
e.     pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada siterhukum  oleh Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya  dua tahun; 
f.     pengumuman putusan hakim. 
(2)    Perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan siterhukum tidak dijatuhkan, sekadar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik akan terganggu. 
(3)    Dalam hal perampasan barang-barang, maka hakim dapat memerintahkan, bahwa  hasilnya seluruhnya atau sebagian akan diberikan kepada siterhukum. 
 
Pasal 8
Tindakan tata tertib ialah: 
a.     penempatan perusahaan siterhukum, di mana dilakukan suatu tindak pidana ekonomi di bawah pengampunan untuk waktu selama-lamanya tiga tahun, dalam hal tindak pidana konomi itu adalah kejahatan dan dalam hal tindak pidana ekonomi itu adalah pelanggaran untuk waktu selama-lamanya dua tahun; 
b.     mewajibkan pembayaran uang jaminan sebanyak-banyaknya seratus ribu rupiah dan untuk waktu selama-lamanya tiga tahun dalam hal tindak pidana ekonomi adalah kejahatan; dalam hal tindak pidana ekonomi adalah pelanggaran maka uang jaminan itu  adalah sebanyak-banyaknya lima puluh ribu rupiah untuk waktu selama-lamanya oleh  siterhukum; 
c.     mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan  tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya siterhukum, sekadar hakim tidak menentukan lain. 
 
Pasal 9
(1)    Tindakan tata tertib yang disebut dalam pasal 8 dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pidana, kecuali dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan pengertian, bahwa dalam hal itu tidak dapat dijatuhkan tindakan tata tertib tersebut dalam pasal 8 sub b .
(2)    Dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana maka waktu yang ditentukan untuk penempatan di bawah pengampunan dapat diperpanjang tiap-tiap  kali dengan setahun dengan putusan hakim. 
 
Pasal 10
(1)    Dalam putusan hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan tata tertib tersebut dalam pasal 8, segala hal yang istimewa dan segala akibat, sekadar perlu, diatur menurut keperluan, termasuk pengangkatan seorang atau lebih pengampun dalam hal penempatan di bawah pengampunan. 
(2)   Dalam hal dijatuhkan hukuman tambahan sebagai disebut dalam pasal 7 ayat 1 sub b, dapat juga diperintahkan supaya siterhukum menyerahkan segala surat-surat yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah untuk keperluan perusahaannya; menjual barang-barang persediaan yang ada di dalam perusahaannya di bawah pengawasan; dan memberikan bantuannya dalam pencatatan barang-barang persediaan itu. Hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan tata tertib masih dapat mengadakan peraturan sebagai termaksud di atas dalam putusan kemudian setelah  menerima tuntutan dari penuntut umum atau atas permintaan si tersangka, ataupun mengadakan perubahan atau tambahan dalam peraturan yang telah diadakan itu.  Pemeriksaan perkara itu dilakukan dalam sidang tertutup; putusan diucapkan di muka umum. Putusan itu harus memuat alasan-alasan; terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau kasasi. 
(3)    Menteri Kehakiman dapat mengadakan aturan-aturan selanjutnya untuk melaksanakan  ketentuan-ketentuan dalam pasal ini. 
 
Pasal 11
(1)     Sekedar hakim tidak menentukan lain, maka pengampu yang diangkat berdasarkan pasal 10 atau pasal 29 Undang-undang darurat ini mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengampu termaksud  dalam pasal 463 "Burgelijk Wetboek." Orang lain tidak boleh melakukan suatu perbuatan pengurusan tanpa penguasaan dari pengampu itu. 
(2)     Putusan pengampuan itu oleh panitera pengadilan yang memutus hal itu diumumkan di dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh Hakim. 
 
Pasal 12
Dalam putusannya hakim menentukan, bahwa uang jaminan seluruhnya atau sebagian akan menjadi milik Pemerintah, apabila tidak dipenuhi syarat umum bahwa si-tersangka tidak akan melakukan suatu tindak pidana ekonomi, atau apabila tidak dipenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal itu pasal-pasal 14b, ayat 2 dan 3, 14c ayat 3, 14d, 14c dan 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan pasal-pasal 3, 4 dan 5 "Staatsblad" 1926 No. 251 juncto 486 berlaku sepadan. 
 
Pasal 13
(1)     Hak melaksanakan perampasan tidak lenyap karena meninggalnya siterhukum.
(2)    Tindakan tata tertib tersebut dalam pasal 8 sub a dan b lenyap karena meninggalnya siterhukum. 
Pasal 14
(1)     Pembayaran jumlah uang yang dalam hal perampasan ditaksir atas barang-barang yang tidak disita, dilakukan menurut aturan-aturan mengenai pelunasan hukuman denda dengan sukarela. Jika pelunasan itu tidak dilakukan, maka aturan-aturan mengenai pelaksanaan hukuman denda berlaku sepadan. 
(2)     Ketentuan dalam ayat 1 berlaku juga bagi uang jaminan, jumlah uang tersebut dalam pasal 8 sub c dan biaya lain daripada biaya pengumuman putusan hakim, dengan pengertian bahwa tidak dijatuhkan hukuman badan pengganti. 
 
Pasal 15
 (1)    Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum,   suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka  tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan,   baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana ekonomi itu atau yang  bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaianitu, maupun terhadap kedua-duanya.
 (2)    Suatu tindak pidana ekonomi dilakukan juga oleh atau atas nama suatu badan hukum,  suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, jika tindak itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain,  bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, tak  perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak pidana ekonomi itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak pidana tersebut. 
(3)    Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka badan hukum, perseroan, perserikatan atau  yayasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus atau, jika ada  lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili  oleh orang lain. Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap sendiri di pengadilan, dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu di bawa ke muka hakim. 
(4)    Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap  dan segala penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus  atau di tempat tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor. 
 
Pasal 16
(1)    Jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseorang yang meninggal dunia, sebelum  atas perkaranya ada putusan yang tak dapat diubah lagi, telah melakukan tindak pidana ekonomi, maka hakim - atas tuntutan penuntut umum  dengan putusan pengadilan dapat:
(2)    Putusan itu diumumkan oleh panitera dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim. Turunan dari putusan itu disampaikan kepada rumah di mana orang itu meninggal dunia. 
(3)    Setiap orang yang berkepentingan dapat memajukan surat keberatan kepada panitera pengadilan atas putusan itu dalam masa tiga bulan setelah pengumuman termaksud ayat 2. 
(4)    Dalam hal itu jaksa didengar; pihak yang berkepentingan itu didengar juga, setidak-tidaknya dipanggil semestinya untuk menghadap. 
(5)    Putusan hakim harus memuat alasan-alasan. Terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau kasasi. 
(6)    Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan kalimat dan di bawah a berlaku juga, jika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahwa tindak pidana ekonomi itu dilakukan oleh seorang yang tidak dikenal. Putusan itu diumumkan dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim.
 

Tindak Pidana Ekonomi


UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1955
TENTANG
PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK PIDANA
EKONOMI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 Menimbang: 
a.     bahwa perlu diadakan peraturan yang efektif tentang pengusutan, penuntutan dan 
       pengadilan perbuatan-perbuatan yang merugikan perekonomian; 
b.     bahwa berhubung dengan itu, untuk mempermudah penyelenggaraannya dianggap perlu 
       diadakan kesatuan dalam perundang-undangan ekonomi. 
Menimbang: 
Bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan.    
Mengingat: 
Pasal-pasal 96, 101 dan 102 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. 
 
MEMUTUSKAN:
 Menetapkan: 
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK PIDANA EKONOMI

BAB I
TENTANG TINDAK PIDANA EKONOMI
Pasal 1 
Yang disebut tindak pidana ekonomi ialah: 
1e.    pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan: 
       a.     "Ordonnantie Gecontroleerde Goederen 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 144), 
              sebagaimana diubah dan ditambah dengan "Staatsblad" 1949 No. 160; 
       b.     "Prijsbeheersing-ordonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 295); 
       c.     "Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951 " (Lembaran Negara tahun 
              1953 No.4); 
       d.     "Rijsterdonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 253); 
       e.     "Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan padi" (Lembaran Negara tahun 
              1952 No.33); 
       f.     "Deviezen Ordonnantie 1940" ("Staatsblaad" 1940 No. 205).
2e.     tindak-tindak pidana tersebut dalam pasal-pasal 26, 32 dan 33 undang-undang darurat 
        ini; 
3e.     pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar 
        undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak pidana ekonomi. 
 
Pasal 2
 (1)    Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 1 c adalah kejahatan atau 
        pelanggaran, sekadar tindak itu menurut ketentuan alam undang-undang yang 
        bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana ekonomi yang lainnya, 
        yang tersebut dalam pasal 1 sub 1 e adalah kejahatan, apabila tindak itu dilakukan 
        dengan sengaja. Jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja, maka tindak itu adalah 
        pelanggaran. 
 (2)    Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 2e adalah kejahatan. 
 (3)    Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 3e adalah kejahatan, apabila tindak 
        itu mengandung anasir sengaja; jika tindak itu tidak mengandung anasir sengaja, tindak 
        pidana itu adalah pelanggaran; satu dengan lainnya, jika dengan undang-undang itu tidak 
        ditentukan lain. 
Pasal 3
Barangsiapa turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi, yang dilakukan di dalam daerah 
hukum Republik Indonesia, dapat dihukum pidana; begitu pula jika ia turut melakukan tindak 
pidana ekonomi itu di luar Negeri. 
Pasal 4
Jika dalam undang-undang darurat ini disebut tindak pidana ekonomi pada umumnya atau 
suatu tindak pidana ekonomi pada khususnya, maka di dalamnya termasuk pemberian bantuan 
pada atau untuk melakukan tindak pidana itu dan percobaan untuk melakukan tindak pidana 
itu, sekadar suatu ketentuan tidak menetapkan sebaliknya.