Kamis, 08 November 2012

Pajak Penghasilan Pasal 21


Pajak Penghasilan 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.

Pemotong Pph pasal 21
  1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  2. Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan;
  3. Dana pensiun, PT Taspen, PT Astek, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT);
  4. Perusahaan, badan termasuk bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas;
  5. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan , kesenian, olah raga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi dalam bentuk apa pun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi;
  6. Perusahaan, badan termasuk bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.
Wajib Pajak Pph 21
  1. Pegawai tetap, yaitu :
    Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
  2. Pegawai lepas, yaitu :
    Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
  3. Penerima pensiun, yaitu :
    Orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
  4. Penerima honorariun, yaitu :
    Orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
  5. Penerima upah, yaitu :
    Orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
Yang tidak termasuk wajib pajak Pph pasal 21
  1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
    • Bukan warga negara Indonesia dan
    • Tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
  2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan yang dipotong Pph pasal 21
  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan teratur,beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan yang biasanya dibayarkan sekali dalam setahun;
  3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;
  4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjang Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis;
  5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, termasuk tenaga ahli, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, olahragawan, penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, pengarang, peneliti, pemberi jasa dibidang teknik, kolportir iklan, pengawas, pengelola proyek, pembawa pesanan peserta perlombaan, petugas penjaja barang dagangan, petugas dinas luar asuransi, peserta pendidikan, pelatihan, dan pemaganggan;
  6. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.

Selasa, 06 November 2012

Pemerintah Larang Ekspor Mineral

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tetap melakukan pelarangan ekspor tambang mineral. Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan sebagian pasal Permen ESDM No 7 Tahun 2012.

Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan setelah MA mencabut Peraturan menteri tersebut, pihaknya akan mendata perusahaan mineral yang sudah mulai membangun pengolahan mineral (smelter).

"Kalau sudah mulai bangun pondasi smelter, bolehlah mereka ekspor lagi sampai dengan 2014 baru di stop," kata Jero di kantornya, Jakarta, Selasa (6/11/2012). 

Menurut Jero, pelarangan ekspor bahan tambang mentah tetap diperlukan. Sementara perusahaan yang sudah menumpuk hasil mineralnya agar segera membangun smelter sehingga dibolehkan ekspor. "Kalau ekspornya terlalu masif, maka akan menghancurkan lingkungan," ungkap Jero.

Namun, Jero mengaku pihaknya mendapatkan pertentangan dari pihak pengusaha terkait kebijakan tersebut. "Nah ini memang banyak yang menentang karena mereka ingin tetap ekspor," tutup Jero

Pengaruh Pilpres AS terhadap Harga Minyak

Minyak Brent diperdagangkan di kisaran sempit di bawah level US$108 per barel pada Selasa (6/11).

Hal ini dipicu ketidakpastian menjelang pemilu presiden AS dan kekhawatiran baru mengenai Yunani dan krisis zona Euro, yang dapat menghambat pemulihan eonomi global dan menekan permintaan minyak.

Kekhawatiran tersebut diperparah kabar bahwa kesepakatan untuk mencegah Yunani dari kebangkrutan, tidak mungkin tercapai pada pertemuan para menkeu zona Euro pekan depan.

Minyak berjangka Brent naik 11 sen ke US$107,84 per barel. Minyak Brent naik hampir 2% pada sesi sebelumnya, didukung kenaikan bensin berjangka AS. Sedangkan minyak mentah Nymex tergelincir 4 sen ke US$85,61 per barel.

Ker Chung Yang, analis investasi senior di Phillip Futures Singapura mengatakan, volume perdagangan menipis karena pasar fokus pada pemilu AS saat ini. Investor juga memantau pasar setelah badai Sandy di pesisir timur dan situasi Yunani.

"Di Eropa, ada kekhawatiran Yunani mungkin tidak mendapatkan pendanaan dan argumen bahwa Yunani bisa keluar dari euro mungkin muncul lagi dan menghantui sentimen risiko investor.

Penggabungan Badan Usaha


Merger
Merger adalah proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan salah satu di antaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dankekayaannya dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut.
Merger terbagi menjadi tiga, yaitu:
§  Merger horizontal, adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya merger antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu.
§  Merger vertikal, adalah merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan mobil.
§  Konglomerat ialah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan perusahaan elektronik atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan. Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan badan usaha dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan.
Bentuk Penggabungan Badan Usaha
Bentuk kerja sama atau penggabungan badan usaha di antaranya sebagai berikut.
§  Trust
Trust adalah peleburan beberapa badan usaha menjadi sebuah perusahaan yang baru, sehingga diperoleh kekuasaan yang besar dan monopoli. Contoh: Bank Mandiri merupakan gabungan dariBank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, Bank Ekspor Impor Indonesia
§  Kartel
Kartel adalah bentuk kerja sama antara beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan, memperkecil kondisi persaingan, dan memperluas atau menguasai pasar. Macam-macam kartel yang sering dijumpai antara lain:
1.      Kartel wilayah adalah penggabungan yang didasarkan pada perjanjian pembagian wilayah atau daerah penjualan dan pemasaran barangnya
2.      Kartel produksi adalah penggabungan yang bertujuan untuk menyelenggarakan produksi bersama secara massal, tetapi masing-masing perusahaan ditetapkan batas jumlah produksi yang diperbolehkan (kuota produksi)
3.      Kartel bersyarat atau kartel kondisi adalah penggabungan dengan menetapkan syarat-syarat penjualan, penyerahan barang, dan penetapan kualitas produksi
4.      Kartel harga adalah penggabungan dengan menetapkan harga minimum dari produk yang dihasilkan masing-masing anggota
5.      Kartel pembelian dan penjualan adalah penggabungan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi, agar tidak terjadi persaingan.
§  Holding Company
Holding Company adalah suatu PT yang besar yang menguasai sebagian besar sero atau saham perusahaan lainnya. Meskipun secara yuridis badan usaha yang dikuasai tetap berdiri sendiri namun diatur dan dijalankan sesuai dengan kebijakan PT yang menguasai.
§  Concern
Sebenarnya concern sama halnya dengan holding company, yaitu memiliki sebagian besar saham-saham dari beberapa badan usaha. Perbedaannya adalah holding company sering berbentukPT, sedangkan concern sering dimiliki perseorangan, yaitu seorang hartawan yang mempunyai modal yang amat besar.
§  Corner dan Ring
Corner dan ring adalah penggabungan beberapa badan usaha yang tujuan mencari keuntungan besar, dengan cara menguasai penawaran barang untuk memperoleh monopoli dan menaikkan harga.
§  Syndicate
Syndicate adalah kerja sama sementara oleh beberapa badan usaha untuk menjual atau mengerjakan suatu proses produksi.
§  Joint Venture
Joint venture adalah penggabungan beberapa badan usaha untuk mendirikan satu bentuk usaha bersama dengan modal bersama pula, dengan tujuan untuk menggali kekayaan alam dan mendidik tenaga ahli untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
§  Production Sharing
Production sharing adalah kerja sama bagi hasil antara pihak-pihak tertentu.
§  Waralaba (Franchise)
Waralaba merupakan sistem usaha yang tidak memakai modal sendiri, artinya untuk membuka gerai waralaba cukup menggunakan modal milik investor lain. Seorang franchise (pembeli usaha waralaba) harus memenuhi syarat-syarat khusus yang ditetapkan oleh franchisor (perusahaan waralaba), karena pada franchise akan menggunakan merek yang sama dengan franchisor sehingga harus memiliki standar yang sama. Keuntungan yang diperoleh investor waralaba antara lain terhindar dari biaya trial and error, karena sudah terlebih dahulu dikeluarkan oleh pemilik usaha.

Profesi Akuntan Publik


Akuntan Publik
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik (lihat di bawah) di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah.

Perizinan
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
§  Memiliki Sertifikat Tanda Lulus USAP yang sah yang diterbitkan oleh IAPI atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik.
§  Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir.
§  Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
§  Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
§  Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
§  Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
§  Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
§  Menjadi anggota IAPI.
§  Tidak berada dalam pengampuan.
§  Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar. Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan "CPA Indonesia" (sebelum tahun 2007 disebut "Bersertifikat Akuntan Publik" atau BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh IAPI. Sertifikat akuntan publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai akuntan publik dari Kementerian Keuangan.

Kantor Akuntan Publik
Akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib mempunyai kantor akuntan publik (KAP) paling lama 6 bulan sejak izin akuntan publik diterbitkan. Akuntan publik yang tidak mempunyai KAP dalam waktu lebih dari 6 bulan akan dicabut izin akuntan publiknya.

Bidang Jasa
Bidang  jasa akuntan publik meliputi:
§  Jasa atestasi, termasuk di dalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, dan jasa audit serta atestasi lainnya.
§  Jasa non-atestasi, yang mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi.
Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, seorang akuntan publik hanya dapat melakukan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Aturan Pelaporan Pajak


Tahapan ketiga dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP) adalah Pelaporan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang.

Selain itu, SPT berfungsi sebagai sarana untuk 
melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut yang bersumber dari pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak.

Pelaporan pajak dapat disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) di mana WP terdaftar. SPT dapat dibedakan menjadi (1) SPT Masa dan (2) SPT Tahunan. Yang dimaksud SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak pada masa tertentu (bulanan).

Ada sembilan jenis SPT Masa, meliputi SPT Masa untuk melaporkan pembayaran bulanan: (1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, (2) PPh Pasal 22, (3) PPh Pasal 23, (4) PPh Pasal 25, (5) PPh Pasal  26, (6) PPh Pasal 4 (2), (7) PPh Pasal 15, (8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas BArang Mewah (PPnBM) dan (9) Pemungut PPN.

Sedangkan apa yang dimaksud dengan SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada dua  jenis SPT Tahunan, yaitu (1) SPT Tahunan PPh WP Badan, dan (2) SPT Tahunan WP Orang Pribadi (OP).

Pada saat ini, untuk penyampaian SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh WP OP khusus formulir 1770S dan 1770SS telah dapat dilakukan secara online melalui 
aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT juga dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi e-SPT yang dapat diunduh pada situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) www.pajak.go.id.

Ada tanggal batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Pertama, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Kedua, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Keempat,  untuk PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).

Kelima, untuk PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada hari yang sama saat penyerahan barang, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya. Keenam, untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum delivery order dibayar.

Ketujuh, untuk PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Kedelapan, untuk PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Kesembilan, untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.

Kesepuluh, untuk PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

Kesebelas, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu,  maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per SPT Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

Keduabelas, untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.

Ketigabelas, untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak. Terakhir, keempatbelas, untuk PBB, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagaimana tercantum dalam 
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500 ribu, sedangkan keterlambatan pelaporan SPT masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100 ribu. Selanjutnya untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp100 ribu, dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan  denda sebesar Rp1 juta.

Dengan mengetahui 
batas-batas tanggal pembayaran dan pelaporan perpajakan diharapkan WP lebih patuh dalam menyetorkan pajak ke bank dan melaporkannya sesuai batas waktu yang ditentukan. 

Sistem Bagi Hasil Bank Syariah

Istilah syirkah atau musyarakah sebenarnya sudah familier dan banyak dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia. Dalam keseharian kita mengenal istilah serikat, kongsi atau perkumpulan, sama halnya dengan istilah musyarakah yang secara bahasa juga berarti bercampur, yakni mencampur satu modal dengan modal yang lain menjadi satu.

Secara sederhana, dapat dipahami bahwa musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian untuk melaksanakan suatu jenis usaha yang halal dan produktif, dengan tujuan memperoleh dan berbagi keuntungan.

Dalam aplikasi perbankan syariah, musyarakah terutama diterapkan dalam pembiayaan, di mana bank sebagai pemilik modal bekerjasama dengan pengusaha, dengan kontribusi modal dan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Pembiayaan musyarakah di perbankan syariah bisa berikan dalam berbagai bentuk, di antaranya:

Pertamamusyarakah permanen (continous musyarakah), di mana pihak bank merupakan partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan, namun musyarakah permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat berharga atau saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi bank.

Keduamusyarakah digunakan untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana bank merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. Dalam model pembiayaan ini, pihak bank akan menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat produksi, begitu juga dengan partner musyarakah lainnya.

Setelah usaha berjalan dan dapat mendatangkan profit, porsi kepemilikan bank atas aset dan alat produksi akan berkurang karena dibeli oleh para partner lainnya, dan pada akhirnya akan menjadi nol, model pembiayaan ini lebih dikenal dengan istilah deminishing musyarakah, dan model ini yang banyak diaplikasikan dalam perbankan syariah.

Ketigamusyarakah digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. Musyarakah jenis ini bisa diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor, impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya.

Mengenai bagi hasil, ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu profit sharing (bagi laba) danrevenue sharing (bagi pendapatan). Jika memakai metode revenue sharing, berarti yang dibagi hasil antara bank dan nasabah pembiayaan adalah pendapatan tanpa dikurangi dengan biaya-biaya.

Sedangkan apabila menggunakan metode profit sharing, maka yang dibagi hasil antara bank dengan nasabah pembiayaan adalah pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya (laba). Namun, yang saat ini dipakai dalam praktik perbankan syariah adalah metode revenue sharing.

Sebagai ilustrasi, seorang pengusaha jasa konstruksi memperoleh proyek pembangunan jembatan dari pemerintah daerah dengan total nilai proyek Rp1,4 miliar, yang dibagi dalam tiga termin pembayaran (termin I Rp200 juta, termin II Rp400 juta, dan termin II Rp800 juta).

Total modal yang dibutuhkan adalah Rp1 miliar, sementara ia hanya memiliki modal Rp400 juta. Maka ia dapat mengajukan penambahan modal kerja kepada bank syariah sebesar Rp600 juta. Atas permohonan nasabah tersebut, bank syariah akan memberikan pembiayaan berbasis bagi hasil berupa pemberian tambahan modal sejumlah Rp600 juta yang dijadikan penyertaan bank syariah dalam proyek tersebut dengan menggunakan akad kemitraan bagi hasil (musyarakah).

Dalam hal ini, kontraktor dan bank syariah bermitra dalam bentuk kongsi penyertaan modal. Misalnya disepakati nisbah bagi hasil adalah 40 persen untuk pengusaha dan 60 persen untuk bank syariah. Misalnya juga disepakati proyeksi keuntungan total sebesar Rp400 juta. Maka ilustrasi pembayaran untuk pembiayaan modal kerja iB oleh pengusaha sebagai berikut:

Termin I, pembayaran dari pemerintah sebesar Rp200 juta, pengembalian pokok kepada bank syariah sebesar Rp100 juta dan bagi hasil bagi bank syariah sebesar Rp34,3 juta (1/7 x 60 persen x Rp400 juta).

Termin II, pembayaran dari pemerintah sebesar Rp400 juta, pengembalian pokok kepada bank syariah sebesar Rp200 juta dan bagi hasil bagi bank syariah sebesar Rp68,6 juta (2/7 x 60 persen x Rp400 juta).

Termin III, pembayaran dari pemerintah sebesar Rp800 juta, pengembalian pokok kepada bank syariah sebesar Rp300 juta dan bagi hasil bagi bank syariah sebesar Rp137,1 juta (3/7 x 60 persen x Rp400 juta).

Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa sistem bagi hasil di bank syariah berbeda dengan bunga pada bank konvensional. Kalau di bank kovensional, besarnya persentase bunga ditentukan di awal berdasarkan jumlah uang yang dipinjamkan. Misalnya 15 persen dari besar pinjaman, tanpa memperdulikan berapa keuntungan atau kerugian  dari usaha yang dibiayai.

Sedangkan dalam bagi hasil, besarnya bagi hasil tidak didasarkan pada jumlah pinjaman (pembiayaan), tetapi berdasarkan porsi (nisbah) tertentu dari keuntungan yang diperoleh, misalnya, 40:60 (40 persen keuntungan untuk bank dan 60 persen untuk deposan) atau 35:65 (35 persen untuk bank dan 65 persen untuk deposan) dan seterusnya. Disinilah letak nilai keadilan dari konsep bagi hasil yang ada di bank syariah.